Jumat, 11 November 2011

Imajinasi Anak di Kanvas Ahmad Su’udhi



DI Jln. Sudirman Jakarta,  harimau, kuda zebra, kerbau, kuda, bison,dan macan tutul memasuki kota. Di atas punggung mereka puluhan anak duduk dengan gembira tanpa rasa takut, bahkan ada yang melambaikan tangannya. Sedangkan di Moskow Rusia, seekor harimau putih melintas ditunggangi empat orang anak. Sedangkan di kota-kota yang lain anak-anak itu menunggangi dinosaurus, juga menclok di punggung Superman. Dan di tembok raksasa China tampak anak-anak itu berkumpul duduk dipinggirannya.  Juga di Mesir atau London. Anak-anak ada di mana-mana, bahkan di dahan pohon dan lembaran daun.
Itu semua ada di atas kanvas Ahmad Su”udhi dalam pameran tunggalnya bertajuk “Journey of Love” di Galeri Zola Zulu Bandung, 23-27 Juli 2011. Sebuah pameran yang turut  menandai peringatan Hari Anak Nasional, yang dibuka oleh anggota DPR RI Komisi VII yang membidangi perlindungan anak dan wanita Ingrid Kansil. Dalam pembukaan pameran ini juga diluncurkan buku “The Art of Ahmad Su’udi” yang ditulis oleh kritikus seni rupa Agus Dermawan T. 

Pameran menyuguhkan 35 lukisan yang dipajang memenuhi galeri seluruhnya menampilkan panorama imajinasi dunia anak. Satu hal yang langka dalam perkembangan seni lukis Indonesia modern. Dan itu bukan hanya demi menandai peringatan Hari Anak Nasional, tapi karena memang Ahmad Su’udhi merupakan pelukis yang intens menyuntuki tema anak-anak. Sebuah tema yang tak banyak menarik perhatian para pelukis Indonesia. Jika pun ada, maka itu hanya sekadar peminjaman style gambar naif anak-anak seperti yang dilakukan oleh Erika Wahyuni.

Berbeda dengan itu, kanvas Ahmad Su”udhi merupakan panorama dunia anak yang dihadirkan dalam style realis. Di sini, lukisan Ahmad Su’udhi adalah lukisan orang dewasa yang  memandang dunia anak, bukan peminjaman gaya menggambar anak-anak untuk menyoroti dunia orang dewasa.  Dan lebih dari sekadar sebagai figur, di tangan Ahmad Su”udhi  imajinasi dunia anak juga dihadirkan sebagai simbol atau metafora ihwal realitas kekinian.

Sebutlah, “Shopping Maniac” yang menampilkan sosok seorang perempuan cantik duduk di atas troly di antara belanjaannya, troly itu didorong oleh seorang anak dan beberapa anak lainnya merangkak di lantai. Lukisan ini merupakan sebuah ungkapan satire tentang realitas budaya konsumsi di tengah kultur urban. Demikian juga dengan “Kalpataru” yang menyoal isu lingkungan dan masa depan anak-anak. Pada karya itu sekelompok anak duduk mengelilingi pohon kalpataru yang telah dipenuhi oleh kendaraan mewah dan apartemen. 

Jika pun hendak disebut sebagai kritik sosial, karya-karya Ahmad Su’udi semacam tetaplah menghidangkan keindahan visual dunia kanak. Ia tak terasa sebagai kecaman apalagi perlawanan. Karena itulah karyanya tetap disukai anak-anak. Bagi Ahmad Su”udhi anak merupakan simbolisasi dari kemurnian universal yang ada dalam diri manusia. Karena itu bisa dipahami jika figur anak dalam karya-karya Ahmad Su’udhi umumnya sama, tubuh dan wajahnya masih yang itu-itu juga.

“ Pada dasarnya objek karya-karya Ahmad Su’udhi adalah boneka. Ini untuk mengungkapkan bahwa semua anak di dunia ini sama. Mereka hidup di bawah langit yang sama, dan sama-sama tidak pernah minta dilahirkan jadi bangsa itu atau ini. Inilah universalitas kemurnian yang ada dalam dunia manusia. Kami memamerkan karya-karyanya untuk mencari peminat yang bisa mengapresiasinya dengan mata dan hati tentang apa makna yang ada di balik dunia anak, ” ujar Hingkie Direktur Galeri Zola Zulu.

Sedangkan di mata Agus Dermawan T., pelukis yang karyanya masuk sebagai nominasi Jakarta Art Award International Painting Competition 2010 dan finalis The 1st UOB Painting of the Year 2011 ini, karya-karyanya menghadirkan gagasan ihwal anak-anak sebagai warga negara dunia. “Warga negara yang tidak bisa lagi dikategorikan oleh nasionalisme yang sempit, yang sering menyebabkan pertengkaran dan permusuhan,” katanya. (Ahda Imran)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar