Oleh AHDA IMRAN
BILA
perpuisian
Melayu Nusantara ditamsilkan sebagai sebuah sungai, dari hulu hingga ke hilir,
maka melayarinya bukanlah pekerjaan mudah. Sungai itu terlalu besar, berhulu di
suatu masa sebelum abad ke-16, bahkan pula ada yang menyebut sejak awal abad
ke-7. Terlebih pelayaran itu demi mengandaikan terbentangnya sebuah pemetaan
ihwal kekayaan khazanah perpuisian Melayu.
Ada banyak alun dan riak yang ditemukan,
yang seluruhnya niscaya minta ditautkan dengan ihwal fenomena gerak identitas,
sehingga pelayaran di sungai besar puisi Nusantara itu tak terjebak ke dalam
impresi yang serba romantik.
“Perpuisian Nusantara dari Hulu hingga Hilir: Perspektif Historis, Filosofis, dan Eksistensi”. Begitu tema yang diusung oleh perhelatan Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) VI yang berlangsung di Jambi, 28-31 Desember 2012.